Debit air pedalaman Sungai Barito di Kabupaten Barito Utara, Kalteng, naik di atas normal, sehingga angkutan tongkang batu bara dan kayu dilarang berlayar melewati jembatan KH Hasan Basri Muara Teweh.
"Mulai hari ini, Kamis (5/5/2011) semua angkutan tambang dan kayu dilarang berlayar melewati jembatan karena permukaan air Sungai Barito di atas normal," kata Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Pemerintah Kabupaten Barito Utara (Barut), Tenggara, di Muara Teweh, Kamis.
Kenaikan debit air di pedalaman Sungai Barito itu akibat curah hujan yang cukup tinggi terutama di wilayah utara Kabupaten Murung Raya (Mura) dan sebagian lainnya karena air sungai meluap di kawasan Kabupaten Barut.
Ketinggian air permukaan Sungai Barito pada Kamis pagi yang tercatat di skala tinggi air (STA) di Muara Teweh mencapai 12,00 meter menunjukan angka di atas normal sehingga tongkang dan kapal besar tidak bisa melewati bawah jembatan sepanjang 270 meter yang dibangun pada 1990 itu.
"Untuk sementara transportasi sungai khususnya angkutan kapal bertonase besar dihentikan sampai kondisi sungai turun minimal batas STA 11,50 meter," katanya didampingi petugas Teknis Lalulintas Sungai, Rizalfi.
Ia mengatakan, sebagian besar angkutan kapal tunda (tugboat) dan tongkang batu bara sudah berlayar sebelum ketinggian air Sungai Barito di atas normal.
Namun, katanya, puluhan tongkang baik kosong maupun bermuatan puluhan ribu ton batu bara milik perusahaan pemegang izin kuasa pertambangan (KP) dan pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) terpaksa bersandar di kawasan hutan pinggiran Sungai Barito karena tidak bisa melewati jembatan.
"Sejumlah tongkang masih ada tertahan di wilayah hulu, sebagian besar sudah lewat saat air belum naik," katanya.
Kenaikan debit air di pedalaman Sungai Barito itu mengancam sejumlah desa di wilayah Kabupaten Mura dan Kabupaten Barut, daerah paling utara di Kalteng yang langganan banjir.
(antara)
"Mulai hari ini, Kamis (5/5/2011) semua angkutan tambang dan kayu dilarang berlayar melewati jembatan karena permukaan air Sungai Barito di atas normal," kata Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Pemerintah Kabupaten Barito Utara (Barut), Tenggara, di Muara Teweh, Kamis.
Kenaikan debit air di pedalaman Sungai Barito itu akibat curah hujan yang cukup tinggi terutama di wilayah utara Kabupaten Murung Raya (Mura) dan sebagian lainnya karena air sungai meluap di kawasan Kabupaten Barut.
Ketinggian air permukaan Sungai Barito pada Kamis pagi yang tercatat di skala tinggi air (STA) di Muara Teweh mencapai 12,00 meter menunjukan angka di atas normal sehingga tongkang dan kapal besar tidak bisa melewati bawah jembatan sepanjang 270 meter yang dibangun pada 1990 itu.
"Untuk sementara transportasi sungai khususnya angkutan kapal bertonase besar dihentikan sampai kondisi sungai turun minimal batas STA 11,50 meter," katanya didampingi petugas Teknis Lalulintas Sungai, Rizalfi.
Ia mengatakan, sebagian besar angkutan kapal tunda (tugboat) dan tongkang batu bara sudah berlayar sebelum ketinggian air Sungai Barito di atas normal.
Namun, katanya, puluhan tongkang baik kosong maupun bermuatan puluhan ribu ton batu bara milik perusahaan pemegang izin kuasa pertambangan (KP) dan pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) terpaksa bersandar di kawasan hutan pinggiran Sungai Barito karena tidak bisa melewati jembatan.
"Sejumlah tongkang masih ada tertahan di wilayah hulu, sebagian besar sudah lewat saat air belum naik," katanya.
Kenaikan debit air di pedalaman Sungai Barito itu mengancam sejumlah desa di wilayah Kabupaten Mura dan Kabupaten Barut, daerah paling utara di Kalteng yang langganan banjir.
(antara)
0 komentar:
Posting Komentar