GAZA CITY - Pemerintah Hamas di Jalur Gaza, Ahad (3/7) mendesak Yunani mengizinkan armada kapal bantuan berlayar menuju wilayah Palestina yang diblokade Israel itu.
"Kami menyesalkan sikap Yunani, yang menanggapi tekanan internasional menghentikan pelayaran Armada Kebebasan," kata Menteri Luar Negeri Hamas Mohamed Awad pada jumpa pers di pelabuhan Gaza.
"Kami mendesak mereka mempertimbangkan lagi larangan berlayar armada kapal itu dan mengizinkannya pergi," tambahnya, lapor AFP.
Sejumlah kapal yang mengambil bagian dalam Armada Kebebasan dipaksa tetap berlabuh di Yunani setelah pemerintah setempat memperingatkan bahwa mereka tidak memiliki izin untuk berlayar ke Gaza.
Juga Minggu, perunding utama Palestina Saeb Erakat mengecam Kwartet Diplomatik Timur Tengah setelah mereka berusaha mencegah armada kapal itu berlayar menuju Gaza.
"Blokade terhadap Gaza harus segera dicabut, tidak dikendurkan. Itu merupakan satu-satunya pesan yang tepat dan bisa diterima," kata Erakat dalam sebuah pernyataan.
"Kami meminta (Kwartet) memusatkan perhatian pada akar masalah konflik, yaitu pendudukan (Israel), bukan mencari cara untuk mengatasi gejala-gejala destruktifnya," kata Erakat.
Sabtu, Kwartet Timur Tengah yang mencakup perwakilan dari AS, Rusia, Uni Eropa dan PBB, mengatakan, armada kapal itu tidak membantu.
Sekitar 10 kapal akan mengambil bagian dalam armada itu, yang merupakan kelanjutan dari armada pertama yang diserbu pasukan komando Israel yang menewaskan sembilan aktivis Turki pada 31 Mei 2010.
Amerika Serikat telah mengungkapkan kekhawatiran mengenai rencana armada kapal bantuan aktivis pro-Palestina yang akan berusaha menerobos blokade Israel itu.
Sejumlah warga Yahudi Amerika dikabarkan akan naik sebuah kapal AS yang berencana mengambil bagian dalam armada kapal tujuan Gaza itu.
"Kami mencari keadilan bagi Gaza," kata Leslie Cogan, seorang penyelenggara, kepada wartawan, dengan menambahkan bahwa kapal AS itu akan membawa 36 penumpang, empat orang awak dan sembilan wartawan ketika melakukan pelayaran menuju wilayah kantung kecil Palestina tersebut.
Ia mengatakan, 28 persen penumpang kapal itu adalah warga Yahudi Amerika.
Israel menjadi sorotan dunia setelah serangan mematikan terhadap armada kapal bantuan tujuan Gaza pada Mei 2010.
Laporan yang dikeluarkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 22 September menyebutkan, ada "bukti jelas untuk mendukung penuntutan" terhadap Israel karena pembunuhan dan penyiksaan yang disengaja dalam serangan Mei yang menewaskan sembilan aktivis Turki itu.
Israel menolak laporan itu dengan menyebutnya sebagai bias dan mendukung satu pihak dan menekankan bahwa mereka bertindak sesuai dengan hukum internasional.
Pasukan komando Israel menyerbu kapal-kapal dalam armada bantuan yang menuju Jalur Gaza pada 31 Mei 2010. Sembilan aktivis Turki pro-Palestina tewas dalam serangan di kapal Turki, Mavi Marmara, yang memimpin armada kapal bantuan itu menuju Gaza.
Israel berkilah bahwa penumpang-penumpang kapal itu menyerang pasukan, namun penyelenggara armada kapal itu menyatakan bahwa pasukan Israel mulai melepaskan tembakan begitu mereka mendarat.
Hubungan Israel-Turki terperosok ke tingkat terendah sejak kedua negara itu mencapai kemitraan strategis pada 1990-an akibat insiden tersebut.
Turki memanggil duta besarnya dari Tel Aviv dan membatalkan tiga rencana latihan militer setelah penyerbuan itu. Turki juga dua kali menolak permohonan pesawat militer Israel menggunakan wilayah udaranya.
Setelah serangan itu, Mesir, yang mencapai perdamaian dengan Israel pada 1979, membuka perbatasan Rafah-nya untuk mengizinkan konvoi bantuan memasuki wilayah Gaza -- kalangan luas melihatnya sebagai upaya untuk menangkal kecaman-kecaman atas peranan Mesir dalam blokade itu.
Kairo, yang berkoordinasi dengan Israel, hanya mengizinkan penyeberangan terbatas di perbatasannya sejak Hamas menguasai Gaza pada 2007.
Di bawah tekanan-tekanan yang meningkat, Israel kemudian meluncurkan penyelidikan bersama dua pengamat internasional atas serangan itu. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mendorong penyelidikan terpisah PBB dengan keikutsertaan Israel dan Turki.
Israel juga mengendurkan blokade terhadap Gaza dengan mengizinkan sebagian besar barang sipil masuk ke wilayah pesisir tersebut.
Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa hampir tiga tahun lalu.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.
Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina sempat terpecah menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Kini kedua kubu tersebut telah melakukan rekonsiliasi.
Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.
"Kami menyesalkan sikap Yunani, yang menanggapi tekanan internasional menghentikan pelayaran Armada Kebebasan," kata Menteri Luar Negeri Hamas Mohamed Awad pada jumpa pers di pelabuhan Gaza.
"Kami mendesak mereka mempertimbangkan lagi larangan berlayar armada kapal itu dan mengizinkannya pergi," tambahnya, lapor AFP.
Sejumlah kapal yang mengambil bagian dalam Armada Kebebasan dipaksa tetap berlabuh di Yunani setelah pemerintah setempat memperingatkan bahwa mereka tidak memiliki izin untuk berlayar ke Gaza.
Juga Minggu, perunding utama Palestina Saeb Erakat mengecam Kwartet Diplomatik Timur Tengah setelah mereka berusaha mencegah armada kapal itu berlayar menuju Gaza.
"Blokade terhadap Gaza harus segera dicabut, tidak dikendurkan. Itu merupakan satu-satunya pesan yang tepat dan bisa diterima," kata Erakat dalam sebuah pernyataan.
"Kami meminta (Kwartet) memusatkan perhatian pada akar masalah konflik, yaitu pendudukan (Israel), bukan mencari cara untuk mengatasi gejala-gejala destruktifnya," kata Erakat.
Sabtu, Kwartet Timur Tengah yang mencakup perwakilan dari AS, Rusia, Uni Eropa dan PBB, mengatakan, armada kapal itu tidak membantu.
Sekitar 10 kapal akan mengambil bagian dalam armada itu, yang merupakan kelanjutan dari armada pertama yang diserbu pasukan komando Israel yang menewaskan sembilan aktivis Turki pada 31 Mei 2010.
Amerika Serikat telah mengungkapkan kekhawatiran mengenai rencana armada kapal bantuan aktivis pro-Palestina yang akan berusaha menerobos blokade Israel itu.
Sejumlah warga Yahudi Amerika dikabarkan akan naik sebuah kapal AS yang berencana mengambil bagian dalam armada kapal tujuan Gaza itu.
"Kami mencari keadilan bagi Gaza," kata Leslie Cogan, seorang penyelenggara, kepada wartawan, dengan menambahkan bahwa kapal AS itu akan membawa 36 penumpang, empat orang awak dan sembilan wartawan ketika melakukan pelayaran menuju wilayah kantung kecil Palestina tersebut.
Ia mengatakan, 28 persen penumpang kapal itu adalah warga Yahudi Amerika.
Israel menjadi sorotan dunia setelah serangan mematikan terhadap armada kapal bantuan tujuan Gaza pada Mei 2010.
Laporan yang dikeluarkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 22 September menyebutkan, ada "bukti jelas untuk mendukung penuntutan" terhadap Israel karena pembunuhan dan penyiksaan yang disengaja dalam serangan Mei yang menewaskan sembilan aktivis Turki itu.
Israel menolak laporan itu dengan menyebutnya sebagai bias dan mendukung satu pihak dan menekankan bahwa mereka bertindak sesuai dengan hukum internasional.
Pasukan komando Israel menyerbu kapal-kapal dalam armada bantuan yang menuju Jalur Gaza pada 31 Mei 2010. Sembilan aktivis Turki pro-Palestina tewas dalam serangan di kapal Turki, Mavi Marmara, yang memimpin armada kapal bantuan itu menuju Gaza.
Israel berkilah bahwa penumpang-penumpang kapal itu menyerang pasukan, namun penyelenggara armada kapal itu menyatakan bahwa pasukan Israel mulai melepaskan tembakan begitu mereka mendarat.
Hubungan Israel-Turki terperosok ke tingkat terendah sejak kedua negara itu mencapai kemitraan strategis pada 1990-an akibat insiden tersebut.
Turki memanggil duta besarnya dari Tel Aviv dan membatalkan tiga rencana latihan militer setelah penyerbuan itu. Turki juga dua kali menolak permohonan pesawat militer Israel menggunakan wilayah udaranya.
Setelah serangan itu, Mesir, yang mencapai perdamaian dengan Israel pada 1979, membuka perbatasan Rafah-nya untuk mengizinkan konvoi bantuan memasuki wilayah Gaza -- kalangan luas melihatnya sebagai upaya untuk menangkal kecaman-kecaman atas peranan Mesir dalam blokade itu.
Kairo, yang berkoordinasi dengan Israel, hanya mengizinkan penyeberangan terbatas di perbatasannya sejak Hamas menguasai Gaza pada 2007.
Di bawah tekanan-tekanan yang meningkat, Israel kemudian meluncurkan penyelidikan bersama dua pengamat internasional atas serangan itu. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mendorong penyelidikan terpisah PBB dengan keikutsertaan Israel dan Turki.
Israel juga mengendurkan blokade terhadap Gaza dengan mengizinkan sebagian besar barang sipil masuk ke wilayah pesisir tersebut.
Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa hampir tiga tahun lalu.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.
Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina sempat terpecah menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Kini kedua kubu tersebut telah melakukan rekonsiliasi.
Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.
Republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar