Dua bulan terakhir, PKS seolah menjadi actor antagonis dari sebuah drama politik yang entah disutradarai oleh siapa. Semuanya bermula ketika PKS ngotot menggulirkan hak angket mafia pajak. Bersama Partai Golkar, PKS menjadi partai yang berbeda sikapnya dengan partai koalisi pendukung SBY terkait hak angket tersebut. Ketika akhirnya pendukung hak angket kalah dalam voting, saat itu pula drama politik PKS bergulir.
Diawali dengan isu korupsi daging impor yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian, video mesum tidak mirip Anis Matta, lalu secara tiba-tiba muncul Yusuf Supendi yang menggugat petinggi PKS dengan berbagai tuduhan, hingga berujung pada kasus Arifinto yang tertangkap kamera wartawan sedang “melihat” materi porno di ipadnya saat Sidang Paripurna.
Hujatan publik mengalir deras. Cercaan dan makian bertubi-tubi menghujani tubuh PKS. Kata mereka: “PKS menjual agama”; “ PKS partai munafik”; PKS partai porno”; “PKS tak ada bedanya dengan partai lain”. Benarkah PKS sama dengan partai lainnya?
PKS Tetap Beda!
PKS bukanlah kumpulan malaikat yang karena tak punya nafsu maka tak bisa berbuat salah. PKS juga bukan kumpulan setan yang setiap saat selalu berbuat salah dan berkewajiban mengajak orang lain untuk mengikuti jejaknya.
PKS hanya jamaah manusia yang berusaha seoptimal mungkin “mendekati” kesucian malaikat untuk tak berbuat dosa dan disaat yang sama berusaha semaksimal mungkin menjauhi setan agar tak terjerumus dalam kesesatannya.
Setiap pekan kader PKS mengkaji Islam sebagai cara kader PKS mengenal lebih dekat ajaran Allah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Setiap pekan kader PKS di mutaba’ah: berapa kali kader PKS sholatjamaah?; berapa kali kader PKS sholat sunnah?; berapa kali kader PKS puasa?; berapa kali kader PKS membaca dan mentadabburi al-Qur’an?; berapa kali kader PKS sholat malam?; berapa kali kader PKS berinfak?; berapa kali kader PKS bersilaturahim?; berapa kali kader PKS membaca buku?; dan berapa kali kader PKS melakukan amal-amal kebaikanlainnya?
Itu semua sebagai cara kader PKS mempraktekkan ajaran Islam yang lengkap dan paripurna. Itulah cara kader PKS menjauhi perbuatan dosa. Itulah cara kader PKS mengendalikan nafsu. Itulah cara kader PKS “mendekati” kesempurnaan malaikat yang bebas dari dosa. Dan, sekali lagi, itulah cara kader PKS menjauhi godaan setan yang tak pernah kenal lelah mendatangi kader PKS dari seluruh penjuru mata angin, bahkan hingga merasuk kedalam hembusan nafas dan aliran darah kader PKS.
Beberapa pekan sekali kader PKS mabit untuk membersihkan hati dari debu-debu dosa. Kader PKS sholat malam berjamaah, kader PKS bermuhasabah, kader PKS mengkaji Islam. Begitu indah. Suasana kebersamaan begitu terasa. Kader PKS terikat bukan hanya karena factor politik; tapi ikatan iman dan aqidah.
Adakah partai lain melakukan apa yang PKS kerjakan? Sejauh pengamatan kami: belum ada! Bagi kader PKS, partai hanya sebuah sarana dakwah; bukan tujuan; bukan segala-galanya.
Lalu, mengapa masih ada kader PKS yang terjebak rayuan maut setan?
Itulah bukti bahwa kader PKS manusia; bukan malaikat. Bukti bahwa setan tak kenal lelah menggoda manusia dengan berbagai trik jitu dan halus. Bayangkan, kader PKS saja yang berusaha keras menginternalisasi nilai-nilai Islam kepada paraanggotanya, ternyata masih kecolongan. Lalu, bagaimana jadinya dengan partai lain yang Cuma menjadikan politik sebagai sarana merebut dan mempertahankan kekuasaan?
PKS Tetap Beda!
Bagi yang menganggap PKS sama dengan partai-partai lain, perhatikanlah baik-baik setiap kasus yang menimpa PKS. Semuanya baru dugaan dan tak pernah diajukan kemeja pengadilan. Kasus korupsi daging impor yang dimuat di Majalah Tempo, hingga hari ini tak pernah masuk keranah hukum. Bahkan, kalau mau jujur, apa yang menimpa Arifinto, belum terbukti benar. Sejauh ini, media menghakimi Arifinto sengaja membuka situs porno, yang kemudian dibantah oleh Arifinto bahwa ia hanyamembuka link email.
Dan inilah yang membuat PKS tetap beda dengan partai lainnya. Meski belum terbukti, Arifinto langsung mundur sebagai anggota DPR. Tahukah jika di gedung dewan yang terhormat itu, teramat banyak anggotanya yang jelas-jelas sudah terbukti bersalah, namun tak mau mundur dengan alasan kasusnya belum memiliki kekuatan hukum tetap?
Tahukah jika disana banyak tindakan anggota dewan yang jauh lebih menjijikkan dan memalukan dibanding Arifinto? Tidur saat sidang, jarang hadir, menelepon dan bermain ipad. Tapi mereka tak malu. Dan karenanya mereka tak mau mundur.
PKS Tetap Beda!
Lihatlah saat PKS melakukan pergantian pucuk pimpinan partai. Tak ada gontok-gontokan. Tak ada keributan. Tak ada politik uang. Tak ada kursi terbang di atas kepala. Tak ada kata-kata makian yang terlontar. Semuanya berlangsung smooth. Bahkan tak jarang di antara kader PKS saling mempersilakan diri untuk menjadi pemimpin.
Itu karena bagi kader PKS, menjadi pemimpin adalah amanah berat yang kelak harus dipertanggungjawabkan di akhirat. Menjadi pemimpin di DPC, DPD, DPW atau DPP bukanlah tiket untuk menjadi anggota dewan atau menteri. Dan karena itu pula, tak ada dalam kamus kader PKS untuk mati-matian memperebutkannya.
Bandingkan dengan partai lain. Setiap dihelat munas, rapimnas, mukernas atau yang sejenisnya, selalu saja berita yang tersaji sangat tidak elok untuk didengar. Isu suap, perkelahian di ruang sidang, kursi terbang, dan sebagainya. Ujung-ujungnya, ketika ada pihak yang kalah, maka mereka akan keluar dari partai dan membuat barisan baru.
PKS Tetap Beda!
Masih ingatkah dengan tradisi politik adiluhung yang dilakukan PKS sejak dulu? PKS mengharamkan rangkap jabatan. Tak ada dalam kamus PKS, seorang pejabat public juga menjadi pejabat partai. Di mulai dengan mundurnya Nurmahmudi Ismail yang saat itu diangkat menjadi menteri Kehutanan oleh Gus Dur. Ia mundur sebagai presiden partai untuk menghilangkan konflik kepentingan. Tradisi itu terus PKS lakukan hinggasaat ini.
Bukankah secara kasat mata saja, terlihat perbedaan PKS dengan partai lain? Di saat PKS mengharamkan rangkap jabatan, di saat yang sama partai-partai lain justru dengan sengaja menjadikan pimpinan partainya merangkap jabatan sebagai pejabat publik. Kita bias melihatnya sekarang: betapa banyak pimpinan partai yang menjadi menteri.
PKS Tetap Beda!
Slogan PKS sebagai partai yang peduli, bukan pepesan kosong. Berapa kali sudah PKS berada di garda terdepan saat bencana dating menghantam negeri kita tercinta. Di Aceh kala tsunami menerjang; Di Yogyakarta kalagempa mengguncang; di Padang dan Mentawai saat lindu menggoyang; juga di Yogyakarta kala Merapi meradang. Kepedulian PKS adalah wujud Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Praktek nyata dari keindahan nilai-nilai Islam dalam memandang kemanusiaan.
Itulah yang membedakan PKS dengan partai lain. PKS hadir setiap hari: dimana pun dan kapanpun. PKS tak hanya hadir saat menjelang pilkada atau pemilu. PKS tak hadir lima tahun sekali dengan membagi-bagi sembako, kaos, jilbab dan uang. Tak semurah dans erendah itu PKS menghargai rakyat.PKS hadir setiap saat ketika masyarakat membutuhkan PKS.
PKS Tetap Beda!
Meski kader PKS mulai dihinggapi persoalan-persoalan yang mirip dialami kader partai lainnya, tak serta merta membuat PKS sama. Kasus Arifinto yang menurutnya tak sengaja membuka konten porno tentu saja jauh berbeda dengan kasus sejenis yang dialami kaderpartai lain. Arifinto bukanlah Yahya Zaini atau Max Moein yang jelas-jelas telah berzina.
Akhirnya, kami hanya ingin mengingatkan: Toyota Alphard dan Bajaj tetaplah berbeda meski keduanya memiliki bentuk roda yang sama yakni bundar.
Wallahua’lam bishshowab.
0 komentar:
Posting Komentar