Mudah-mudahan kau tak lupa. Dulu masing-masing kita duduk di lingkarannya. Dengan suguhan tilawah dan materi panah. Mata kecil kita dibuka oleh satu gelombang indah. Gelombang yang disatukan oleh ukhuwah dan digerakkan oleh hamasah. Yang menyeret kita hingga berada dalam lingkaran-lingkaran kecil tarbiyah.
Semoga kau tak melupakan jasa baik gelombang itu. Dia yang memperkenalkan islam pada kita. Saat jiwa yang tumbuh remaja masih lugu. Saat jiwa rawan terseret dunia. Lelap dalam pencarian jati diri. Mereka dan kebaikannya menyelamatkan kita.
Lalu kalau gelombang itu berlabel harokah, maka adalah wajar bila ia berubah. Ia mengalir mengikuti permukaan zaman. Karena ia bukan air yang tergenang.
Lalu kalau banyak fitnah – internal dan eksternal, maka adalah wajar berlakunya sunnatullah. Kau tak menemukan jamaah dakwah yang selamat dari fitnah. Sejak dahulu, zaman para nabi, hingga sekarang.
Lalu kalau banyak terjadi perbedaan, maka adalah wajar sekumpulan manusia bertentang faham. Mereka manusia yang bersemangat memikirkan dakwah, kemudian terkumpul banyak gagasan. Dan itu adalah kekayaan.
Kini saat serbuan kabar dan tuduhan menghajar gelombang itu, kau memutuskan beralih membawa segenap kekecawaanmu. Sedangkan aku masih di sini, dalam husnuzhonku. Karena berbagai berita itu tak dapat terkonfirmasi olehku.
Tapi ‘alaa kulli haal, kuharap masih ada rasa kasih sayang antara kita. Semoga ukhuwah yang dulu diperkenalkan oleh gelombang itu, masih tertanam dalam hati kita.
Saudaraku, kalau kau masih mempercayai akan adanya orang-orang yang tulus dalam gelombang itu, maka kuminta kau berhenti menyudutkan ia di muka umum. Kalau kau masih percaya bahwa kejahatan mengintai gelombang itu, maka kuminta kau berhenti mengumpan anasir-anasir jahat untuk menghancurkan gelombang itu.
Kalau kritik yang kau berikan, dekatkan mulutmu ke telinga ku! Karena sedikit kritikmu terdengar oleh anasir-anasir jahat, maka anasir-anasir itu akan membuat kritikmu menjadi adonan yang diberi soda kue hingga mengembang dan dibubuhi berbagi bumbu hujatan. Relakah kau mendengar saudaramu dicaci maki?
Kalau kau masih percaya bahwa masih banyak orang yang baik dalam gelombang itu, aku minta kau bersedekah dengan diammu. Kenanglah kebaikan yang pernah diberikan oleh gelombang itu padamu, agar teredam hasrat untuk mengumbar kekecewaanmu.
Dulu gelombang itu telah berbuat baik padamu. Kini, berbuat baiklah pada gelombang itu dengan menahan diri dari melampiaskan kekecewaanmu. Kalau kau mempercayai berita-berita itu, biarlah akhirat mengungkap semuanya. Biarkanlah orang-orang yang – kau percayai masih - tulus bekerja. Mereka adalah orang-orang yang tidak terganggu oleh berita dan tuduhan itu. Mereka orang-orang yang sama sepertiku, tetap dalam husnuzhonnya. Atau mereka orang yang mengerti betul bahwa kebanyakan berita/tuduhan yang datang itu tidak valid.
Begitu akhi, sudikah kau memahaminya?
Semoga kau tak melupakan jasa baik gelombang itu. Dia yang memperkenalkan islam pada kita. Saat jiwa yang tumbuh remaja masih lugu. Saat jiwa rawan terseret dunia. Lelap dalam pencarian jati diri. Mereka dan kebaikannya menyelamatkan kita.
Lalu kalau gelombang itu berlabel harokah, maka adalah wajar bila ia berubah. Ia mengalir mengikuti permukaan zaman. Karena ia bukan air yang tergenang.
Lalu kalau banyak fitnah – internal dan eksternal, maka adalah wajar berlakunya sunnatullah. Kau tak menemukan jamaah dakwah yang selamat dari fitnah. Sejak dahulu, zaman para nabi, hingga sekarang.
Lalu kalau banyak terjadi perbedaan, maka adalah wajar sekumpulan manusia bertentang faham. Mereka manusia yang bersemangat memikirkan dakwah, kemudian terkumpul banyak gagasan. Dan itu adalah kekayaan.
Kini saat serbuan kabar dan tuduhan menghajar gelombang itu, kau memutuskan beralih membawa segenap kekecawaanmu. Sedangkan aku masih di sini, dalam husnuzhonku. Karena berbagai berita itu tak dapat terkonfirmasi olehku.
Tapi ‘alaa kulli haal, kuharap masih ada rasa kasih sayang antara kita. Semoga ukhuwah yang dulu diperkenalkan oleh gelombang itu, masih tertanam dalam hati kita.
Saudaraku, kalau kau masih mempercayai akan adanya orang-orang yang tulus dalam gelombang itu, maka kuminta kau berhenti menyudutkan ia di muka umum. Kalau kau masih percaya bahwa kejahatan mengintai gelombang itu, maka kuminta kau berhenti mengumpan anasir-anasir jahat untuk menghancurkan gelombang itu.
Kalau kritik yang kau berikan, dekatkan mulutmu ke telinga ku! Karena sedikit kritikmu terdengar oleh anasir-anasir jahat, maka anasir-anasir itu akan membuat kritikmu menjadi adonan yang diberi soda kue hingga mengembang dan dibubuhi berbagi bumbu hujatan. Relakah kau mendengar saudaramu dicaci maki?
Kalau kau masih percaya bahwa masih banyak orang yang baik dalam gelombang itu, aku minta kau bersedekah dengan diammu. Kenanglah kebaikan yang pernah diberikan oleh gelombang itu padamu, agar teredam hasrat untuk mengumbar kekecewaanmu.
Dulu gelombang itu telah berbuat baik padamu. Kini, berbuat baiklah pada gelombang itu dengan menahan diri dari melampiaskan kekecewaanmu. Kalau kau mempercayai berita-berita itu, biarlah akhirat mengungkap semuanya. Biarkanlah orang-orang yang – kau percayai masih - tulus bekerja. Mereka adalah orang-orang yang tidak terganggu oleh berita dan tuduhan itu. Mereka orang-orang yang sama sepertiku, tetap dalam husnuzhonnya. Atau mereka orang yang mengerti betul bahwa kebanyakan berita/tuduhan yang datang itu tidak valid.
Begitu akhi, sudikah kau memahaminya?
0 komentar:
Posting Komentar